JAKARTA, KOMPAS — Penanganan perkara penyerangan terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan memasuki episode baru. Rekonstruksi kejadian digelar dengan harapan dapat melengkapi berkas perkara yang dikembalikan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta pada 28 Januari 2020 kepada penyidik Polda Metro Jaya.
Sejak penetapan dua tersangka berinisial RM dan RB yang merupakan jajaran kepolisian pada 27 Desember 2019, rekonstruksi belum pernah dilakukan. Baru pada Jumat (7/2/2020), sekitar pukul 03.15 WIB, jajaran Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya bersiap di Jalan Deposito, Kelapa Gading, Jakarta, untuk menggelar rekonstruksi.
”Ini memang baru dilakukan untuk melengkapi berkas perkara. Tadi jaksa penuntut umum juga ikut dalam proses. Hasilnya dirasa cukup sesuai dengan kesepakatan dengan jaksa penuntut umum dan sesuai yang diharapkan,” kata Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Dedy Murti Haryadi, di Jakarta, Jumat (7/2/2020).
Kesepakatan yang dimaksud berupa reka adegan yang dilakukan sebanyak 10 adegan, termasuk penyiraman terhadap Novel yang dilakukan dua orang bermotor. Rekonstruksi dilakukan sekitar 3,5 jam dengan menutup jalanan sekitar sehingga warga dan media tidak boleh mendekat ke area rekonstruksi berlangsung.
Dalam rekonstruksi ini, kedua tersangka dihadirkan. Hanya Novel yang tidak ikut dalam kegiatan itu. Salah satunya karena kondisi kesehatan dan matanya yang terkena air keras tengah bermasalah. Kendati demikian, Novel menilai adanya kejanggalan dalam rekonstruksi perkara yang akhirnya dilakukan. Namun, Novel enggan berspekulasi karena menilai penyidik memiliki pertimbangan sendiri terhadap hal itu.
”Untuk waktu rekonstruksi, sebenarnya tidak harus sama persis dengan peristiwa yang terjadi. Karena kondisi yang gelap dikhawatirkan berpengaruh pada hasil rekonstruksi. Apalagi dengan kondisi saya, penggunaan lampu sorot bisa berakibat pada mata saya. Jadi, saya harus berhati-hati sekali,” ungkap Novel seusai rekonstruksi berlangsung.
Lantaran hal ini, Novel pun digantikan peran pengganti. Hal ini juga telah disampaikan tim kuasa hukum Novel sehari sebelum rekonstruksi digelar.
Secara terpisah, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Nirwan Nawawi mengungkapkan, pihaknya tinggal menunggu berkas yang akan dilengkapi tersebut. Sebelumnya, kejaksaan menerima berkas dari Polda Metro Jaya pada 16 Januari 2020. Lalu, berkas itu dikembalikan karena tidak memenuhi syarat formil dan materiil. Sesuai Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), ada waktu 14 hari untuk melengkapi berkas perkara tersebut.
”Lebih cepat tentu lebih baik sehingga dapat segera diteliti. Jika dinyatakan lengkap, bisa segera dilimpahkan ke penuntutan untuk dirumuskan dakwaan,” kata Nirwan.
Tim kuasa hukum Novel Baswedan, Alghiffari Aqsa, berharap proses ini berjalan transparan sehingga pengungkapan perkara tidak berhenti pada aktor lapangan saja. Motif pastinya juga perlu diungkap karena alasan ketidaksukaan pribadi mengundang kecurigaan.
”Berbeda dengan apa yang disampaikan temuan tim dan Komnas HAM (Komisi Nasional Hak Asasi Manusia),” ujar Alghiffari.
Merujuk pada temuan tim gabungan pencari fakta bentukan Polri dan Komnas HAM, penyerangan terhadap Novel ini diindikasikan terkait dengan penanganan perkara yang ditangani Novel. Adapun sejumlah perkara yang ditangani Novel antara lain korupsi KTP elektronik; korupsi mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar; korupsi mantan Sekretaris Jenderal Mahkamah Agung Nurhadi; korupsi mantan Bupati Buol, Sulawesi Tengah; dan kasus korupsi Wisma Atlet.
Seperti diketahui, Novel disiram air keras seusai shalat Subuh pada 11 April 2017. Upaya untuk mengungkap insiden ini pun dilakukan melalui Komnas HAM hingga pembentukan tim gabungan pencari fakta oleh Polri. Kapolri Jenderal (Pol) Idham Aziz juga meminta perpanjangan waktu untuk mengungkap pelaku. Setelah lewat dua tahun, penanganan perkaranya baru membuahkan hasil dengan penetapan tersangka pada akhir Desember 2019.
Di sisi lain, perhatian dunia juga fokus pada Novel. Pada awal Februari 2020 ini, Novel dianugerahi penghargaan antikorupsi internasional 2020 dari Perdana International Anti-corruption Champion Foundation (PIACCF), Malaysia. Novel dianggap sebagai sosok yang tepat untuk menerima penghargaan ini karena penyerangan yang dialaminya.
Adapun organisasi pemberi penghargaan ini dibentuk dengan tujuan mendukung pegawai lembaga antikorupsi yang menjadi target atau yang terancam jiwa, keselamatan, atau kehormatannya karena memiliki komitmen dalam penyidikan dan pemberantasan korupsi.
Adapula dana yang dikumpulkan untuk memperkuat dukungan kolektif internasional kepada praktisi anti-korupsi untuk memitigasi ancaman dan intimidasi dengan memberikan bantuan dan dukungan lain.
Tidak hanya itu, perkara Novel ini juga telah dipaparkan di Kongres Amerika Serikat pada 25 Juli 2019 oleh Amnesty Internasional. Manajer Advokasi Asia Pasifik Amnesty International Francisco Bencosme memaparkan penyerangan terhadap Novel Baswedan dalam forum ”Human Rights in Southeast Asia: A Regional Outlook” yang diselenggarakan di Subkomite Asia, Pasifik, dan Non-proliferasi Komite Hubungan Luar Negeri Dewan Perwakilan AS.
Kemudian akhir tahun lalu, pada 16 Desember 2019, Novel hadir dalam Sidang PBB di Gedung CR6 Gedung ADNEC, Abu Dhabi, Uni Emirat Arab. Novel berbicara dalam sebuah sesi khusus tentang perlindungan bagi lembaga antikorupsi dan pegawai di dalamnya. Sesi ini adalah bagian dari konferensi yang dihadiri sejumlah negara penandatangan konvensi PBB antikorupsi atau COSP-UNCAC.
Sumber berita : KOMPAS
Komentar
Posting Komentar