Harun Masiku Dicari, Virus Corona Yang Datang, Jokowi ‘Harus’ Pecat Yasonna Laol






Virus Corona membuat masyarakat di tanah air panik. Pemerintah yang sebelumnya ‘jumawa’ mengatakan Indonesia zero corona, akhirnya mengakui bahwa ada dua warga di Depok, Jawa Barat yang dinyatakan positif corona. Sejak diumumkannya dua orang warga negara Indonesia positif corona tersebut, aksi borong masker dan kebutuhan pokok terlihat di sejumlah pusat perbelanjaan.

Di balik kehebohan dan kepanikan masyarakat itu, ternyata virus corona menjadi ‘berkah’ bagi PDIP terkait kasus Harun Masiku. Kasus yang diduga juga menyeret elite PDIP, HastoKristiyanto, seolah hilang dari pemberitaan. Menkumham Yassona Laoly juga tidak terlihat ‘gahar’ seperti sebelumnya.

Terlepas dari itu, kasus raibnya Harun Masiku yang katanya akibat ‘delay system’ ke-imigrasi-an dan lolosnya warga negara Jepang yang katanya ‘penular’ corona keluar-masuk Indonesia, harus menjadi evaluasi besar bagi Jokowi. Bagaimana tidak, dalam kurun empat bulan pemerintahan Jokowi-Amin sudah dua kali kecolongan dalam lalu lintas orang keluar-masuk Indonesia. Dua kasus ini menjadi modal bagi publik untuk menaruh antipati kepada pemerintah.

Gampang saja mengukur tingkat antipati publik kepada pemerintah, khususnya Jokowi. Jika kita perhatikan media sosial Jokowi akhir-akhir ini, balasan dari netizen lebih banyak yang negatif daripada komentar positif. Bahkan setelah ada rumor istana menganggarkan Rp 72 miliar untuk ‘buzzer’, kolom komentar di media sosial Jokowi juga tidak jauh berbeda. Isinya rata-rata kekecewaan publik.

Sebuah sistem pemerintahan tidak boleh kehilangan dukungan publik. Jika dia berjalan tanpa dukungan publik maka dapat diindikasikan pemerintah tersebut otoriter. Namun, jika pemerintahan ‘mandek’ karena kehilangan dukungan publik, artinya krisis sudah di depan mata.

Dua hal ini tentunya tidak diinginkan oleh Jokowi. Apalagi sekarang adalah periode kedua pemerintahannya. Tentunya, periode ini akan dimaksimalkan oleh Jokowi untuk bisa meninggalkan legacy yang baik.

Oleh sebab itu, Jokowi harus segera mengambil keputusan cermat. Salah satunya mencopot Yasonna dari posisinya sebagai Menkumham. Jabatan sesama petugas partai (PDIP) tidak boleh membuat Jokowi canggung dalam mengambil keputusan.

Seperti diketahui, kasus Harun yang ditangani KPK bersifat extra ordinary crime. Dimana kasus suap Harun kepada Komisioner KPU Wahyu Setiawan dapat dikategorikan pelanggaran terhadap hak-hak sosial masyarakat secara luas. Selain itu, wabah corona juga tidak bisa dianggap kecil. Dampaknya sangat luar biasa (extra ordinary), menyangkut sosial, ekonomi, bahkan nyawa orang lain. Maka dalam penanganannya juga harus menggunakan pendekatan extra ordinary law dan extra ordinary policy.

Jika Jokowi tak kunjung mencopot Yasonna Laoly dan membiarkan kekecewaan publik semakin menumpuk kepada pemerintah, maka ramalan Jokowi ‘lengser’ oleh pengamat dan aktivis benar-benar tinggal menunggu waktu. Mengutip buku “Suara Rakyat Suara  Tuhan” karangan Hendri Teja Dkk, protes sosial hari ini memasuki fase baru, yaitu revolusi tanpa pemimpin. Di banyak belahan negara lainnya, gerakan protes tidak harus menunggu grand ideas, great individuals, dan social movement. Konsekuensinya, pemerintah harus berhati-hati.

Rafatar Abdul Gani, Analis Politik Indonesia


Sumber:

Politiktoday.com

Komentar