Ada Apa dengan #wadasmelawan?


Konflik antara aparat gabungan TNI dan Polri dengan warga di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, menjadi sorotan.

Pada Selasa (8/2/2022), di media sosial banyak beredar video ratusan aparat dengan senjata lengkap mendatangi Desa Wadas. Dari video juga nampak sejumlah warga ditangkap dan digelandang oleh aparat.

Kuasa hukum warga Desa Wadas, Julian Dwi Prasetya mengatakan, ada sekitar 60 warga yang ditangkap aparat dalam peristiwa itu.

Sejak kemarin, media sosial pun diramaikan oleh tagar #WadasMelawan, #SaveWadas, hingga #WadasTolakTambang.

Muncul pula petisi "Hentikan Rencana Pertambangan Batuan Andesit di Desa Wadas" di laman change.org.

Lantas, apa yang sebenarnya terjadi di Desa Wadas? Bagaimana awal mula terjadinya konflik di desa tersebut?

Berawal dari proyek pembangunan bendungan

Konflik antara aparat dengan warga di Desa Wadas berangkat dari rencana pembangunan Bendungan Bener di Kabupaten Purworejo.

Dikutip dari laman petisi, Bendungan Bener merupakan salah satu Proyek Strategis nasional (PSN) yang akan memasok sebagaian besar kebutuhan air ke Bandara Yogyakarta International Airport (YIA) di Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta.

Sementara, menurut data yang tercatat di laman Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP), Bendungan Bener rencananya akan memiliki kapasitas 100,94 meter kubik.

Dengan kapasitas tersebut, bendungan ini dapat mengairi lahan seluas 15.069 hektare dan mengurangi debit banjir hingga 210 meter kubik per detik.

Bendungan ini juga dapat menyediakan pasokan air baku hingga 1,60 meter per detik, serta menghasilkan listrik sebesar 6 MW.

Bendungan Bener dibangun menggunakan APBN dengan nilai total proyek mencapai Rp 2,060 triliun.

Proyek pembangunan itu berada di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan melibatkan tiga BUMN yaitu yaitu PT Brantas Abipraya (Persero), PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk, dan PT Waskita Karya (Persero) Tbk.

Proyek Bendungan Bener ini memerlukan pasokan batuan andesit sebagai material pembangunan. Oleh pemerintah, kebutuhan batuan ini diambil dari Desa Wadas.

Dari laman petisi terungkap, luas lahan di Desa Wadas yang akan dikeruk untuk penambangan andesit mencapai 145 hektare.

Sebagian warga pun menolak rencana penambangan tersebut. Sebab, hal itu dikhawatirkan akan merusak 28 titik sumber mata air warga desa.

Rusaknya sumber mata air akan berakibat pada kerusakan lahan pertanian dan lebih lanjut warga kehilangan mata pencaharian.

Penambangan tersebut juga dikhawatirkan menyebabkan Desa Wadas semakin rawan longsor.

Apalagi, berdasarkan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Purworejo 2011-2031, Kecamatan Bener, termasuk di dalamnya Desa Wadas, merupakan bagian dari kawasan rawan bencana tanah longsor.

Dikutip dari laman resmi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, walhi.or.id, proyek tambang di Desa Wadas ini merupakan tambang quarry atau penambangan terbuka (dikeruk tanpa sisa) yang rencananya berjalan selama 30 bulan.

Tambang quarry batuan andesit di Desa Wadas menargetkan 15,53 juta meter kubik material batuan andesit untuk pembangunan Bendungan Bener.

Jika hal itu terjadi, menurut Walhi, bentang alam di desa tersebut akan hilang dan ekosistemnya rusak.

Konflik antara aparat dengan warga Desa Wadas sebenarnya bukan sekali ini saja terjadi. Terbaru, ratusan aparat mendatangi Desa Wadas pada Selasa kemarin.

Kabid Humas Polda Jawa Tengah, Kombes Pol M Iqbal Alqudusy, mengatakan, ada 250 petugas gabungan TNI, Polri, dan Satpol PP. Mereka disebut mendampingi pihak pemerintah yang hendak melakukan pengukuran tanah di desa tersebut.

Iqbal mengeklaim, pendampingan oleh polisi dilakukan setelah Kepala Kanwil BPN Jateng beraudiensi dengan Kapolda Jateng pada Senin (7/2/202).

"Kepala BPN menyatakan kepada Kapolda bahwa Proyek Pembangunan Waduk Bener tercantum dalam Perpres Nomor 109 Tahun 2020 tentang Perubahan ke 3 atas Perpres Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Proyek Strategis Nasional. Untuk itu, Polda Jateng dan stakeholder terkait diminta membantu," ujar Iqbal.

"Ada juga surat dari Kementerian ATR/BPN Kabupaten Purworejo Provinsi Jateng Nomor AT.02.02/344-33.06/II/2022 tanggal 4 Februari 2022 perihal Permohonan Personil Pengamanan Pelaksanaan Inventarisasi dan Identifikasi di Desa Wadas Kabupaten Purworejo Provinsi Jateng," tambahnya.

Atas dasar surat tersebut, pihak kepolisian berkoordinasi dengan stakeholder terkait untuk melaksanakan pengukuran tanah di desa tersebut.

Namun kemudian, menurut Iqbal, di lapangan terjadi ketegangan dan adu mulut antara warga yang pro dengan kontra terhadap proyek penambangan batuan.

Komnas HAM menyampaikan hasil temuan terkait insiden Wadas yang terjadi beberapa waktu lalu kepada Kapolda Jawa Tengah (Jateng) Irjen Ahmad Luthfi. Komnas HAM meminta agar saksi diberikan jika ada polisi yang terbukti melakukan kekerasan di Desa Wadas saat melakukan pengamanan.

Beka menuturkan Komnas HAM juga meminta polisi tidak langsung memberikan stempel hoax terhadap hasil reportase Desa Wadas yang diunggah di media sosial. Komnas HAM juga meminta polisi mengembalikan barang-barang milik warga Wadas yang disita.

Beka menyampaikan Irjen Ahmad Luthfi telah memerintahkan jajarannya mengembalikan barang milik warga hari ini. Kabid Propam juga telah diminta melakukan pemeriksaan dan penegakan sanksi kepada personel jika terbukti melakukan kekerasan terhadap warga.

Lebih lanjut Beka mengatakan, untuk mencegah terulangnya bentrok di Wadas, Komnas HAM dan Polda Jawa Tengah sepakat berkoordinasi secara intensif. Hal itu juga dilakukan guna menciptakan suasana yang kondusif di Desa Wadas.

Salah satu Warga Desa Wadas yang juga perwakilan dari Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (GEMPADEWA) menegaskan warga yang menolak pengukuran tambang lahan tidak melawan pemerintah.

Pernyataan tersebut sekaligus membantah adanya anggapan yang menilai jika Warga Wadas melawan pemerintah. Dia pun menegaskan, jika ada pernyataan seperti itu (Warga Wadas melawan pemerintah), maka itu adalah sebuah kebohongan.

Ia pun mengungkapkan fakta yang sebenarnya dialami sebagian warga. Pada 8 Februari 2022 lalu, warga yang tengah mujahadah di masjid, justru ditangkap, dipukuli dan diborgol aparat kepolisian. Sehingga membuat warga hingga kini masih trauma dengan kehadiran aparat.

Kemudian tudingan soal warga yang diamankan membawa senjata tajam juga bagian dari upaya memutarbalikkan fakta. Ia menegaskan, warga tidak membawa senjata tajam.

Justru, kata perwakilan GEMPADEWA, parit-parit yang berada di luar rumah hilang dicuri. Sehingga pihaknya menduga, parit yang diletakkan di luar rumah dicuri dan diklaim sebagai barang bukti oleh kepolisian .

Selain itu, sempat dibanned beberapa hari lalu, akun Twitter @Wadas_Melawan pada Selasa (1/3) kembali aktif lagi dan mencuit kabar dari Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah. Kali ini, akun itu memperlihatkan pencopotan baliho penolakan warga atas tambang andesit.

Kejadian ini terekam dalam sebuah video berdurasi 17 detik yang diunggah

"Hari ini sejumlah aparat dan satpol PP mencabuti banner warga Wadas," tulis akun Twitter Wadas Melawan.

Lebih lanjut, akun Twitter ini juga mengungkapkan keprihatinannya atas sikap aparat keamanan yang diperintah Pemprov Jateng untuk memberangus baliho-baliho yang dipasang warga di tiang listrik dekat rumahnya.

Di akhir cuitannya, akun Twitter Wadas Melawan menyindir Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang hingga saat ini masih bersikukuh melanjutkan rencana penambangan batu andesit di Wadas, sebagaimana dia tuangkan dalam Izin Pelaksanaan Pekerjaan (IPL).

Berikut rangkuman kronologi singkat terkait kasus Wadas :

- 2013 : Awal isu pertambangan andesit Wadas

- 2015 : Ada pengeboran di dua lokasi desa Wadas mengambil sampel tanah dan batu sebagai bahan uji di Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSSO)

- 2017 : Dua orang warga dan Kepala Desa Wadas diundang dan tiba-tiba disodorkan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) tanpa diberi informasi atau pemahaman apapun mengenai isi

- 2018 : Pada Maret 2018, muncul SK Gubernur 660/1/19  2018 tentang Kelayakan Lingkungan Hidup dan SK 660/1/20 2018 tentang Izin Lingkungan

- 2018 : April 2018, ada Konsultasi Publik dan warga diminta untuk tanda tangan, tapi ternyata tanda tangan tersebut digunakan sebagai prasyarat Izin Lingkungan. Pada Juni 2018, keluar SK 590/41 2018 tentang Persetujuan Penetapan Lokasi 

- 2020 : Pada 2020, Gubernur Jawa Tengah mengeluarkan SK 539/29 2020 tentang Perpanjangan atas Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah bagi Pembangunan Bendungan Bener 

- 2021 : Pada 23 April warga yg sedang menghadang pematokan oleh BBWSSO. Pada 15 Juli mengajukan gugatan ke PTUN

- 2021 : Eksekusi lahan 


Sumber :

- LBH Yogyakarta

https://www.suara.com/news/2022/02/18/202737/warga-desa-wadas-kami-tidak-melawan-pemerintah-kami-mujahadah-di-masjid-tapi-kami-ditangkap-dipukuli-dan-diborgol

https://nasional.kompas.com/read/2022/02/09/17020441/awal-mula-warga-wadas-melawan-tolak-tambang-batu-andesit-untuk-proyek#page2

https://news.detik.com/berita/d-5941454/komnas-ham-minta-polisi-yang-terbukti-lakukan-kekerasan-di-wadas-disanksi

https://radartegal.com/baliho-penolakan-tambang-andesit-dicopot-akun-wadas-melawan-tanya-kabar-pak-ganjar.29244.html

  

Komentar