Din Syamsuddin Minta POP Kemendikbud Dihentikan: Ini Bukan Salah Nadiem Makarim, Tapi Salah Jokowi. Lalu mengapa KPK juga Turun Tangan?


Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin, angkat bicara terkait polemik Program Organisasi Penggerak (POP) yang digagas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim yang belakangan justru menimbulkan konflik.

Betapa tidak, sebab kebijakan itu dianggap tidak populis karena dua yayasan milik perusahaan besar, Tanoto Foundation dan Sampoerna Foundation, masuk dalam POP Kemendikbud dengan kategori gajah.

Artinya, dua yayasan itu akan mendapat dana segar Rp 20 miliar pertahun.
Itu sebabnya, Muhammadiyah kemudian memilih mundur dari keikutsertaannya dalam POP Kemendikbud. Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk protes.

Selain Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama atau NU dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) pun melakukan hal yang sama.

Kendati demikian, Din Syamsuddin, mengatakan polemik POP Kemendikbud ini bukanlah kesalahan Nadiem Makarim. Menurut dia, yang patut disalahkan adalah Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

“Kesalahan bukan pada Nadiem Makarim,” kata Din Syamsuddin melalui keterangan yang diterima di Jakarta pada Rabu (29/7/2020).

Lantas, mengapa Din Syamsuddin menyalahkan orang nomor satu negeri ini?

Menurut dia, kesalahan dan tanggung jawab sepenuhnya ada pada Presiden Jokowi karena telah menunjuk bos Gojek itu sebagai Mendikbud.

“Yang sangat bersalah dan patut dipersalahkan, serta harus bertanggung jawab, pendapat saya adalah Presiden Jokowi sendiri. Dialah yang berkeputusan mengangkat seorang menteri,” ujar Din Syamsuddin.

Din Syamsuddin menilai, Nadiem Makarim hanyalah seorang anak muda yang mungkin karena lebih banyak berada di luar negeri, sehingga tidak cukup mafhum dan memiliki pengetahuan serta penghayatan tentang masalah pendidikan di dalam negeri.

Karena Jokowi menunjuk dan memberikan amanat kepada Nadiem, Din Syamsuddin, mengatakan sudah selayaknya payut diminta pertanggungjawaban.

Sebab, keputusan mengangkat seorang menteri, walaupun menyempal dari fatsun politik, sedianya turut disalahkan. Din Syamsuddin lantas mempertanyakan Jokowi yang dianggap tak memahami sejarah kebangsaan Indonesia.

“Atau, jangan-jangan Presiden Jokowi sendiri tidak cukup memahami sejarah kebangsaan Indonesia dan berani mengambil keputusan yang meninggalkan kelaziman politik?” tuturnya.

Saat ini, POP Kemendikbud sudah berjalan dan mendapat penolakan dari dua ormas Islam terbesar di Indonesia yakni PP Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama yang memiliki sejarah panjang dalam dunia pendidikan bangsa Indonesia.

Langkah Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama itu lantas diikuti oleh PGRI yang kemudian juga angkat kaki dari POP Kemendikbud.

Karena itu, Din Syamsuddin, menilai sudah sepatutnya POP Kemendikbud dihentikan saja untuk mengakhiri polemik.

“Sekarang nasi sudah menjadi bubur. Sebaiknya program itu dihentikan,” kata Din.

Dia lantas menyarankan agar Kemendikbud saat ini fokus pada penanganan Covid-19, terutama pada sektor pendidikan.

“Lebih baik Kemendikbud bekerja keras dan cerdas mengatasi masalah pendidikan generasi bangsa," kata Din Syamsuddin.

"Akibat pandemi Covid-19, menurut seorang pakar pendidikan, menimbulkan the potential loss bahkan generation loss (hilangnya potensi dan hilangnya generasi)."

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bakal turun tangan memantau dan mendalami Program Organisasi Penggerak (POP) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

KPK merasa perlu melakukan demikian karena program tersebut menjadi polemik. Terlebih setelah Lembaga Pendidikan Ma’arif PBNU dan Majelis Pendidikan Dasar-Menengah PP Muhammadiyah mundur dari program tersebut. 

Belakangan, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) juga menyatakan hal yang sama.
Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango, mengatakan yang menjadi dasar bagi KPK melakukan pemantauan dan pendalaman terhadapprogram tersebut karena Pasal 6 huruf c Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019.

“KPK memiliki tugas untuk melakukan pemantauan terhadap program seperti itu. KPK akan mendalami program yang dimaksud, bisa dalam bentuk kajian sebagaimana yang dilakukan terhadap program-program lain seperti BPJS, Pra Kerja, dan lain-lain," kata Nawawi di Jakarta pada Jumat (24/7).

Nawawi pun mengapresiasi langkah beberapa ormas yang mengambil sikap mundur dari keikutsertaan pada program tersebut. Sebab, program itu ada potensi yang tidak jelas.

"Sikap itu dapat dipandang sebagai cerminan kehati-hatian dan wujud nilai pencegahan yang tentu lahir dari nilai-nilai mendasar yang tumbuh dalam organisasi tersebut," kata dia.

Seperti diketahui, Program Organisasi Penggerak atau POP merupakan program pelatihan guru dan kepala sekolah yang melibatkan organisasi masyarakat. 

Adapun bentuknya, ormas membuat pelatihan. Sedangkan dukungan dana diberikan oleh Kemdikbud. Besaran dana yang diberikan pun bervariasi, tergantung kategori. 

Mulai dari kategori kijang dengan dana hingga Rp1 miliar, macan dengan dana hingga Rp5 miliar dan gajah dengan dana hingga Rp20 miliar. Kemendikbud mengalokasikan anggaran untuk program itu sebesar Rp 567 miliar per tahun. 

Ketua Komisi X DPR RI, Syaiful Huda, mempertanyakan masuknya Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation sebagai mitra Kemendikbud dalam Program Organisasi Penggerak. 

Kedua organisasi tersebut diketahui bagian dari 156 ormas yang dinyatakan lolos verifikasi. Kedua organisasi tersebut masuk Organisasi Penggerak dengan kategori Gajah. 

“Dengan demikian, Sampoerna Foundation maupun Tanoto Foundation masing-masing bisa mendapatkan anggaran hingga Rp 20 miliar per tahun,” kata Huda pada Rabu (22/7).

Huda merasa aneh ketika yayasan-yayasan dari perusahaan raksasa itu bisa menerima anggaran dari pemerintah untuk menyelenggarakan pelatihan guru. 

Menurutnya, yayasan-yayasan tersebut seharusnya didirikan sebagai bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility). 





https://www.kompas.tv/amp/article/97726/videos/din-syamsuddin-minta-pop-kemendikbud-dihentikan-ini-bukan-salah-nadiem-makarim-tapi-salah-jokowi?page=4

https://www.kompas.tv/article/96647/muhammadiyah-nu-dan-pgri-mundur-dari-pop-kemendikbud-kpk-akan-turun-tangan-dalami-kebijakan-nadiem?page=3

Komentar