Polemik Gugatan RCTI dan INews Soal Larangan Live Streaming di Medsos, Bagaimana Duduk Perkara nya?

Sebanyak 2.659 orang sudah menekan petisi menolak gugatan RCTI

 dan INews terkait larangan untuk live di media sosial (medsos) seperti Youtube, Facebook, hingga Instagram jika tidak mengantongi izin siar.

Petisi yang sudah dibuat empat hari lalu oleh Dara Nasution itu menegaskan RCTI dan INews menggugat dan ajukan uji materi UU penyiaran ke Mahkamah Konstitusi (MK) agar yang bisa siaran live di medsos hanya lembaga atau perorangan yang punya badan usaha dan badan hukum.

Petisi tersebut menjelaskan bahwa media yang memakai frekuensi publik itu jumlahnya memang terbatas, sehingga harus digunakan seluas-luasnya untuk kepentingan publik. Sementara medsos tidak pakai frekuensi publik yang terbatas itu.

Petisi ini berharap agar Mahkamah Konstitusi menolak gugatan RCTI dan INews untuk membatasi publik menggunakan fitur live di media sosial.

Lalu, dimana duduk perkara kasus tersebut? Duduk perkara kasus tersebut adalah saat iNews TV dan RCTI mengajukan gugatan ke MK lantaran mereka merasa dirugikan karena adanya diskriminasi dalam sejumlah hal. Misalnya, dalam melakukan kegiatan penyiaran, keduanya harus lebih dulu berbadan hukum Indonesia, hingga memperoleh izin siaran. Sementara penyelenggara siaran berbasis internet alias OTT seperti Facebook, Instagram, dan YouTube tidak perlu memenuhi persyaratan tersebut.

Baik iNews TV maupun RCTI  beralasan, segala penyelenggaraan aktivitas mereka juga tunduk pada Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Penyiaran (P3SPS). Jika terjadi pelanggaran, penyelenggara terancam mendapatkan sanksi yang diberikan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Sementara hal itu tidak berlaku bagi penyedia layanan OTT.

Lantas apa respon pemerintah? Tentu saja pemerintah yang diwakili Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) dalam sidang ketiga meminta MK menolak permohonan tersebut. Alasannya, jika permohonan itu dikabulkan, masyarakat akan terbelenggu alias tak bebas mengakses media sosial sebab perluasan definisi penyiaran akan mengklasifikasikan tayangan audio visual sebagai kegiatan penyiaran yang harus memiliki izin siar.

Di samping itu, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengkritik pernyataan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tentang kemungkinan larangan tampil live di media sosial dalam persidangan uji materi Undang-Undang Penyiaran di Mahkamah Konstitusi (MK). Pernyataan ini dinilai keliru.

“Itu distorsi, menurut saya. Distorsi informasi. Dari Kominfo (bicara) menghambat bersosial media, salah itu,” kata Komisioner KPI Pusat Yuliaandre Darwis. Yuliandre menjelaskan, uji materi UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang dimohonkan oleh RCTI dan iNews TV pada prinsipnya meminta agar siaran berbasis internet (over the top/OTT) baik asing maupun lokal diatur. Dia menilai pengaturan tersebut diperlukan.

Yuliandre mencontohkan, dalam penyiaran konvensional, seluruh konten lembaga penyiaran diawasi oleh KPI. Berbeda dengan siaran berbasis internet yang hingga saat ini tidak terjangkau aturan. 

Oleh karena itu, jika uji materi tersebut dikabulkan, harapannya isi tayangan video berbasis internet dapat lebih berkualitas, tersaring dari konten kekerasan, pornografi maupun SARA, sehingga setiap konten yang disiarkan dapat dipertanggungjawabkan.



Sumber : 

https://republika.co.id/berita/qfwyh8282/anjay-bu-tejo-dilarang-emlive-streamingem

https://m.cnnindonesia.com/teknologi/20200831145400-185-541178/ribuan-orang-teken-petisi-gagalkan-gugatan-live-medsos-rcti

https://www.inews.id/amp/news/nasional/kominfo-sebut-live-di-medsos-terancam-dilarang-kpi-distorsi-informasi-salah-itu


Komentar