Sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandar mengiyakan keberadaan draf RUU Cipta Kerja yang terdiri dari 1.035 halaman. Draf tersebut, kata dia, merupakan draf terkini setelah dirapikan usai disahkan pekan lalu. "Iya, itu yang dibahas terakhir yang 1.035 (halaman)," ujar Indra Iskandar kepada Republika, Senin (12/10).
Naskah terkini yang beredar itu lebih tebal sekitar 130 halaman dibandingkan draf UU Ciptaker yang sempat berbedar setelah sidang paripurna sebanyak 905 halaman. Jumlah halaman dalam naskah terbaru juga lebih tebal dari naskah resmi yang diusulkan pemerintah pada Februari lalu setebal 1.028 halaman.
Indra Iskandar tak membantah kebenaran substansi dari draf 905 halaman yang sebelumnya beredar. Draf tersebut, kata Indra merupakan draf yang disahkan DPR pada 5 Oktober 2020 lalu.
Draf terbaru telah menyertakan nama Wakil Ketua DPR Aziz Syamsuddin sebagai penandatangan. Artinya, ia telah siap dikirimkan ke Presiden Joko Widodo untuk diteken. "Kemarin kan spasinya kan belum rata semua, hurufnya segala macam, nah sekarang sudah dirapikan," ujarnya menjelaskan.
Perubahan halaman lintasdraf itu bisa dilacak dari sejumlah keterangan yang diberikan pihak DPR dan pemerintah. Draf yang disahkan paripurna misalnya, lebih tipis karena ada empat UU dikeluarkan dari draf selama di bahas DPR. Selain itu, substansinya juga berubah.
Di antaranya ada kewenangan daerah yang dikembalikan, regulasi ketenagakerjaan yang direvisi untuk mengakomodasi tuntutan buruh, klaster pendidikan yang sebagian besar dihapuskan, dan sebagainya.
Dalam draf terbaru, tak seperti yang disampaikan Indra Iskandar, bukan tanda baca dan typonya saja yang berubah. Dari perbandingan dengan draf selepas sidang paripurna, redaksional naskah juga berubah.
Di klaster Ketenagakerjaan, perubahan yang dilakukan tergolong signifikan. Di antaranya, perubahan soal waktu cuti pada Pasal 79 UU Ketenagakerjaan ditambahi satu poin huruf, yakni "Ketentuan lebih lanjut mengenai perusahaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Selain itu, upah satuan waktu yang sempat jadi keberatan serikat buruh juga masih ada dalam draf terbaru. Perubahan naskah juga cukup banyak dalam pasal-pasal mengenai PHK. Dalam perubahan Pasal 154A, ada tambahan "dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja atau pengusaha tidak bersedia menerima pekerja/buruh".
Selain itu, efisiensi sebagai alasan PHK juga ditambahi kalimat "diikuti dengan penutupan perusahaan atau tidak diikuti dengan penutupan perusahaan yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian".
Alasan penutupan perusahaan sebagai alasan PHK juga ditambahi kalimat "yang disebabkan karena perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun".
Kemudian dalam tambahan aturan Pasal 154A, poin bahwa "perusahaan melakukan perbuatan yang merugikan pekerja/buruh" sebagai alasan PHK dihapuskan. Dalam draf terbaru, pasal tersebut kemudian dielaborasi lebih terperinci.
Di antaranya, pemutusan hubungan kerja dengan alasan perbuatan merugikan oleh perusahaan harus diajukan oleh pekerja. Jenis tindakan yang merugikan juga dirinci seperti penganiayaan, penghinaan, ajakan melawan hukum, tak membayar upah lebih dari tiga bulan, melanggar perjanjian pada para pekerja, serta memberikan pekerjaan membahayakan jiwa dan kesehatan serta kesusilaan yang tak tercantum dalam perjanjian kerja.
Masih dalam pasal soal PHK, ada tambahan "adanya putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang menyatakan pengusaha tidak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud pada huruf g terhadap permohonan yang diajukan oleh pekerja/buruh dan pengusaha memutuskan untuk melakukan pemutusan hubungan kerja".
Selanjutnya dalam draf terbaru juga dirinci syarat pekerja mengundurkan diri. Di antaranya permohonan selambatnya sebulan sebelum tanggal dimulai pengunduran diri, tak terikat dinas, dan menunaikan tugas sampai tanggal mulai pengunduran diri.
Poin "buruh mangkir" sebagai alasan PHK juga ditambahi kalimat "pekerja/buruh mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis". Selain itu, ada aturan baru dimasukkan bahwa PHK harus didahului surat peringatan (SP) sampai tiga kali berturut-turut. Sementara pada bab jaminan sosial, ditambahi klausul bahwa iuran jaminan kehilangan pekerjaan akan diatur lebih lanjut dan ditanggung pemerintah.
Sementara Pasal 65 dalam klaster Pendidikan dan Kebudayaan masih ada dalam draf yang baru. "Pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan dapat dilakukan melalui Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini," begitu bunyi ayat 1 pasal tersebut.
Tak hanya soal isi atau materinya yang kontroversi, seperti apa wujud asli naskah UU Cipta Kerja (Ciptaker) ini masih jadi polemik tak berujung. Jangankan orang di luar DPR, anggota DPR sendiri saja mengaku belum punya naskah tersebut.
Saking misteriusnya naskah asli UU ini, sampai-sampai ada warganet yang menyindir agar jangan sampai naskah asli UU ini seperti Surat Perintah Sebelas Maret alias Supersemar yang sudah berpuluh-puluh tahun tak ditemukan keberadaan naskah aslinya.
"UU baru 3, 4 hari berasa naskah supersemar," cuit @Alexbinsmith yang disambar oleh warganet lain @ruliemaulana. "Supersemar 4.0," kicaunya.
Padahal biasanya, publik bisa mengakses langsung legislasi yang sudah disahkan melalui situs resmi DPR. Namun hingga kemarin, tidak ada naskah asli UU Cipta Kerja yang bisa diakses di situs resmi wakil rakyat tersebut.
Yang tersedia hanya draf RUU Cipta Kerja berisi 905 halaman. Draf itu juga beredar di media sosial. Tapi belum jelas, apakah draf tersebut naskah asli yang disahkan saat paripurna atau bukan.
Terkait hal tersebut, sejumlah ekonom mendesak agar pemerintah dan DPR segera menerbitkan naskah asli UU Ciptaker. Ekonom senior Indef, Enny Sri Hartati, mengatakan penerbitan naskah yang asli sebagai bentuk transparansi. Apalagi, belakangan ini disebut banyak informasi bohong atau hoax tentang isi UU Cipta Kerja.
"Kalau memang yang beredar itu hoax, sampaikan draft finalnya dong," kata Enny secara virtual.
Naskah final UU Cipta Kerja, kata Enny, menjadi penting untuk semua kalangan mengetahui substansi beleid ini.
"Biar tidak ada dusta di antara kita. Bukan pantun berbalas pantun. Karena ini undang-undang yang melingkupi banyak sektor, ini ada manfaatnya iya, tapi mudharatnya juga lebih banyak," ujarnya.
Ekonom dari Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin menduga, belum diterbitkannya naskah UU Cipta Kerja lantaran pihak pemerintah dan DPR tengah menyesuaikan naskah dengan aspirasi masyarakat yang sejauh ini telah disampaikan.
"Apa yang terjadi di publik akan mempengaruhi hasil final undang-undang yang sampai saat ini belum dikirimkan," jelas dia.
Sebelumnya, sejumlah anggota dewan mengaku tidak tahu soal naskah asli UU yang dikenal dengan Sapu Jagat ini. Salah satunya, anggota Baleg DPR Bukhori Yusuf. Padahal, Baleg adalah salah satu unit di DPR yang mengupas beleid tersebut.
Bukhori bilang, dalam rapat pengambilan keputusan tingkat I antara pemerintah dan DPR, dirinya tidak melihat draf RUU yang sudah ditandatangani seluruh fraksi, baik yang setuju maupun yang tidak setuju.
"Harusnya itu ada," ujar politisi PKS itu dalam diskusi virtual.
Kemudian, lanjut dia, seharusnya dalam Rapat Paripurna 5 Oktober lalu, juga ada penyerahan UU Cipta Kerja yang telah ditandatangani. Tapi hal itu hanya dilakukan secara simbolik antara pemerintah dan perwakilan fraksi.
"Itu seharusnya tidak boleh simbolik, harus ada yang ditandatangani," imbuhnya.
Anggota DPR Fraksi Demokrat Benny Kabur Harman ikut mempertanyakan keberadaan naskah asli legislasi tersebut. Pertanyaan ini dicuitkan Benny dalam akun Twitter miliknya, @BennyHarmanID.
"Adakah di antara kita ada yang tahu di mana naskah RUU Ciptaker yang baru saja disetujui Presiden dan DPR itu disembunyikan? Ayo, ayo, kita main cilukba. Rakyat Monitor!" tulis Benny.
Beberapa anggota DPR lain seperti Ledia Hanifa, Didi Irawadi Syamsuddin, dan Fadli Zon sebelumnya juga mengaku belum menerima naskah final UU tersebut.
Penjelasan datang dari Anggota Baleg, Firman Soebagyo. Dia mengatakan naskah UU Cipta Kerja sedang dirapikan.
"Jangan sampai ada salah typo dan sebagiannya nanti hasil itu akan segera dikirim ke Presiden untuk ditandatangani jadi Undang-Undang dan sudah bisa dibagikan ke masyarakat," tutur politisi Partai Golkar itu.
Firman menyebut, yang selama ini beredar di medsos adalah drafnya, bukan naskah final. Isi naskah finalnya diklaim tak seperti itu. Hal ini dijelaskan para menteri dan Presiden Jokowi. Dalam penjelasannya, pasal-pasal dalam UU Ciptaker jadi positif semua. Sungguh bertolak belakang dengan apa yang selama ini beredar di medsos dan menyebabkan demo berujung kericuhan di sejumlah daerah.
Ahli Hukum Tata Negara Universitas Andalas Feri Amsari mengaku aneh dengan kejadian ini. Dia mempertanyakan logika DPR dan pemerintah, bagaimana masyarakat bisa tahu isi UU itu ketika naskah finalnya belum ada.
"Coba bayangkan, Presiden menyebut orang disinformasi, padahal pemerintah dan DPR sendiri yang menyembunyikan informasi," ujar Ferry.
Dia menilai, hal ini terjadi karena pemerintah dan DPR tidak terbuka dan tak melibatkan ruang partisipasi publik seperti yang diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan.
Sumber :
https://www.google.com/amp/s/m.republika.co.id/amp/qi349c393
https://amp.wartaekonomi.co.id/berita308457/naskah-asli-uu-ciptaker-misterius-netizen-mirip-supersemar
Komentar
Posting Komentar