Omnibus law UU Cipta Kerja resmi berlaku sejak tanggal 2 November 2020 setelah UU Nomor 11 Tahun 2020 itu ditandatangani Presiden Joko Widodo.
Aturan tersebut kini bernama Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
DPR dan pemerintah telah menyetujui Omnibus Law Undang Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) sejak 5 Oktober 2020.
Menurut peraturan, Jokowi harus segera mengesahkan UU tersebut dalam jangka waktu 30 hari, dengan batas akhir tepat pada 4 November 2020 mendatang.
Ternyata Kepala Negara menandatangani sekaligus mengesahkan UU Ciptaker lebih cepat tiga hari, yakni pada Senin, 2 November 2020.
Dan di tanggal serta hari yang sama pula, UU Ciptaker ditandatangani Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly.
UU Ciptaker resmi masuk Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 245 Tahun 2020.
Seperti diketahui, UU Cipta Kerja ini disahkan saat polemik Omnibus Law belum berakhir.
Buruh saat ini tengah berupaya mengajukan uji materil ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Begitupun mahasiswa masih tetap dengan pendiriannya, menolak UU Cipta Kerja
Setelah UU itu diberlakukan, aliansi buruh yang terdiri dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Andi Gani (KSPSI AGN) pun resmi mendaftarkan gugatan judicial review atau uji materi terhadap UU tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Pendaftaran gugatan JR (judicial review) UU Cipta Kerja Nomor 11/2020 sudah resmi tadi pagi di daftarkan ke MK dibagian penerimaan berkas perkara," ujar Presiden KSPI Said Iqbal melalui keterangan tertulis kepada Kompas.com, Selasa (3/11/2020).
Sebelumnya, pihak KSPI dan KSPSI AGN hendak mendaftarkan gugatan tersebut kemarin saat dilaksanakan unjuk rasa buruh. Namun, nomor dari UU itu belum dikeluarkan sehingga gugatan belum resmi dapat didaftarkan.
Dalam siaran pers KSPI, Selasa ini, Said menyatakan, pihaknya menolak undang-undang tersebut sebab dinyatakan merugikan buruh.
“Setelah kami pelajari, isi undang-undang tersebut khususnya terkait klaster ketenagakerjaan hampir seluruhnya merugikan kaum buruh,” ujarnya daam siaran pers itu.
Ia menyoroti beberapa pasal yang merugikan kaum buruh.
Pasal 88C Ayat (1) misalnya menyebutkan, gubernur wajib menetapkan upah minimum provinsi dan Pasal 88C Ayat (2) yang menyebutkan gubernur dapat menetapkan upah minimum kabupaten/kota dengan syarat tertentu. Pasal tersebut dinilai mengembalikan buruh kepada rezim upah murah.
Selain itu, undang-undang terkait juga dinilai merugikan buruh karena adanya ketentuan PKWT atau Karyawan Kontrak Seumur Hidup, outsourcing seumur hidup, dan pengurangan nilai pesangon.
Di samping itu, Said meminta DPR untuk segera menerbitkan legislative review terhadap undang-undang tersebut.
“Kami juga menuntut DPR untuk menerbitkan legislative review terhadap UU No 11 Tahun 2020 dan melakukan kampanye/sosialisasi tentang isi pasal UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang merugikan kaum buruh tanpa melakukan hoaks atau disinformasi,” ujar dia.
Sumber:
https://www.google.com/amp/s/amp.kompas.com/megapolitan/read/2020/11/03/09383301/buruh-resmi-ajukan-judicial-review-uu-cipta-kerja-ke-mk
https://jurnalgaya.pikiran-rakyat.com/bizz/amp/pr-80902252/jokowi-resmi-sahkan-uu-cipta-kerja-3-hari-lebih-cepat-berikut-link-untuk-mengunduh-draftnya
Komentar
Posting Komentar