Kontroversi Proses Peralihan Status Pegawai KPK Jadi ASN


Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari menyebut, pemberhentian 51 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) merupakan bentuk pelecehan terhadap presiden.

Sebab, beberapa waktu lalu Presiden Joko Widodo telah menyatakan bahwa hasil dari TWK tidak bisa dijadikan dasar pemberhentian pegawai yang tak lolos.

Namun, arahan itu justru diabaikan oleh Pimpinan KPK, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, Reformasi dan Birokrasi (Kemenpan RB), serta Badan Kepegawaian Negara (BKN).

"Terasa melecehkan presiden sebagai atasan tertinggi para pegawai," kata Feri kepada Kompas.com, Selasa (25/5/2021).

Menurut Feri, para pimpinan KPK, Kemenpan RB, dan BKN tidak hanya mengabaikan arahan Kepala Negara, tetapi juga melanggar hukum.

Melalui pemecatan itu, ketiga pihak dinilai telah mengabaikan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2021 tentang Pengalihan Pegawai KPK Menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Baik pimpinan KPK, Kemenpan RB, serta BKN juga dianggap mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pengujian UU KPK.

Sebab, dalam putusan itu jelas dikatakan bahwa proses alih status pegawai KPK menjadi ASN tak boleh merugikan hak para pegawai.

"Putusan MK Nomor 70/PUU-XVII/2019 bersifat erga omnes, mengikat semua termasuk BKN," ujar Feri.

Namun Badan Kepegawaian Negara (BKN) menyebut keputusan pemecatan pegawai KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi sudah mengikuti arahan Presiden Jokowi dan peraturan perundang-undangan.

"Sudah mengikuti arahan Bapak Presiden bahwa ini tidak merugikan ASN dan dalam keputusan MK tidak merugikan ASN, yaitu sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku," kata Kepala BKN Bima Haria Wibisana di kantornya, Jakarta, Selasa (25/5).

Diketahui, 75 pegawai lembaga antirasuah tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) yang dilaksanakan BKN dan pihak terkait.

Setelah Presiden Jokowi memberikan pandangannya agar tidak memecat pegawai KPK melalui TWK, pihak terkait menggelar rapat koordinasi.

Hasilnya diputuskan 51 pegawai akan mengakhiri masa tugasnya di KPK hingga awal November 2021 mendatang. Sedangkan 24 lainnya akan diberi kesempatan tetap mengabdi.

Bima mengaku keputusan itu juga mengacu pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).

"Jadi, ini ada dua undang-undang yang harus diikuti. Tidak hanya bisa satu saja. Dua-duanya harus dipenuhi persyaratannya untuk bisa menjadi aparatur sipil negara," tuturu Bima.

Bima juga menegaskan bahwa keputusan tersebut sudah sesuai dengan arahan Presiden Jokowi dan sejalan dengan keputusan MK.

"Tidak merugikan pegawai, tidak berarti dia harus menjadi ASN. Tidak merugikan pegawai bisa saja dia mendapat hak-haknya sebagai pegawai ketika diberhentikan," pungkas Bima. (tan/jpnn)

Sebelumnya Eks Pimpinan KPK, Laode M Syarif, menyebut 75 pegawai KPK yang tidak memenuhi syarat menjadi aparatur sipil negara (ASN) merupakan insan KPK yang terlibat dalam penanganan kasus-kasus korupsi besar. Hal itu disampaikan Laode melalui akun twitternya @LaodeMSyarief pada Jumat (7/5/2021).

"Yang saya ketahui dari 4 tahun berinteraksi dengan insan-insan yang masuk dalam yang 75 orang itu adalah dari Lintas Iman-Lintas Ditektorat dan tulang punggung pengusutan kasus-kasus besar," kata Laode.

Apalagi, kata Laode, kasus-kasus korupsi yang ditangani oleh 75 pegawai KPK itu diantaranya; kasus korupsi Bansos yang telah menjerat eks Menteri Sosial Juliari P Batubara hingga kasus suap Direktorat Pajak di Kementerian Keuangan.

"Yang masuk dalam 75 orang itu sedang mengusut kasus-kasus besar (Bansos-pajak-pidana korporasi, dan lainnya)," ujarnya.

Laode menambahkan dari 75 pegawai KPK itu merupakan Kasatgas yang merupakan tulang punggung dalam penyidikan kasus lintas negara.

"Kasatgas yang jadi tulang punggung penyidikan lintas negara, dll Kalau penyelidik dan penyidik KPK itu hilang akan digantikan oleh siapa? Coba Tebak," tutur Laode.

Akan tetapi Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri, maupun para wakilnya, masih enggan mengumbar daftar 51 nama pegawai yang dipecat karena tidak lulus tes wawasan kebangsaan untuk beralih menjadi aparatur sipil negara.

"Untuk nama-nama, sementara tidak kami sebutkan dulu. Baik 24 orang yang masih bisa dilakukan pembinaan, maupun 51 dinyatakan asesor tidak bisa dilakukan pembinaan," ungkap Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Badan Kepegawaian Negara (BKN), Jakarta,  Selasa (25/5/2021).

Alex menyebut, pegawai KPK harus memiliki kualitas, sehingga unsur pemimpin lembaga antirasuah itu akan berusaha membangun sumber daya manusia (SDM) mumpuni.

"Kami sangat memahami, pegawai KPK harus berkualitas. Karena itu, KPK harus berusaha membangun SDM yang mumpui, tapi juga memiliki kecintaan terhadap Tanah Air, bela negara, kesetiaan terhadap Pancasila, UUD 45, serta NKRI. Pegawai juga harus bersetia pada pemerintah yang sah, serta bebas dari radikalisme dan organisasi terlarang."

Sumber:

https://amp.kompas.com/nasional/read/2021/05/25/19343561/pemberhentian-51-pegawai-kpk-dinilai-lecehkan-presiden-jokowi

https://www.jpnn.com/news/bkn-sebut-pemecatan-51-pegawai-kpk-sudah-mengikuti-arahan-presiden-jokowi

https://www.suara.com/news/2021/05/07/224020/75-pegawai-kpk-tak-lolos-twk-tengah-usut-kasus-kasus-korupsi-besar

https://www.suara.com/news/2021/05/25/200325/kpk-belum-mau-ungkap-daftar-51-nama-pegawai-tak-lulus-twk-dan-dipecat

Komentar