Ditjen Pajak Buka Suara Soal PPN yang Beredar, Berikut Penjelasannya!

Rencana pajak pertambahan nilai (PPN) untuk sembako bikin heboh. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak pun buka suara menyikapi polemik ini.

Mengutip akun Instagram @ditjenpajakri, Ditjen Pajak menjelaskan faktanya adalah pengecualian dan fasilitas PPN yang diberikan saat ini tidak mempertimbangkan jenis, harga, dan kelompok yang mengonsumsi, sehingga menciptakan distorsi.

Contohnya, saat ini beras, daging, atau jasa pendidikan, apapun jenis dan harganya, semuanya mendapat fasilitas yang tidak dikenai PPN. Alhasil, karena mendapat fasilitas tidak dikenai PPN yang terjadi adalah konsumsi beras premium dan beras biasa sama-sama tidak kena PPN.

Konsumsi daging segar wagyu dan daging segara di pasar tradisional sama-sama tidak kena PPN. Les privat berbiaya tinggi dan pendidikan gratis sama-sama tidak kena PPN.

Menurut Ditjen Pajak konsumen barang-barang tersebut memiliki daya beli yang jauh berbeda, sehingga fasilitas PPN tidak dikenakan atas barang/jasa tersebut memicu kondisi tidak tepat sasaran.

"Orang yang mampu bayar justru tidak membayar pajak karena mengonsumsi barang/jasa yang tidak dikenai PPN," tulis akun Instagram Ditjen Pajak. 

Oleh sebab itu, menurut Ditjen Pajak, pemerintah menyiapkan RUU (Rancangan Undang-undang) Ketentuan Umum Perpajakan yang berisi konsep reformasi perpajakan, antara lain tentang reformasi sistem PPN.

"Diharapkan sistem baru dapat memenuhi rasa keadilan dengan mengurangi distorsi dan menghilangkan fasilitas yang tidak efektif, sehingga dapat meningkatkan kepatuhan pajak dan optimalisasi pendapatan negara. Pemerintah tetap mengedepankan asas keadilan untuk setiap kebijakan perpajakan termasuk pengenaan PPN atas sembako ini, " terang Ditjen Pajak.

Dengan demikian, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan membantah telah mengeluarkan informasi soal rencana pemerintah memberlakukan PPN Sembako atau jasa pendidikan di Indonesia. DJP menyatakan pemerintah tidak pernah membuat pernyataan terkait hal itu.

"Berkenaan dengan maraknya pemberitaan mengenai pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas sembako maupun jasa pendidikan di Indonesia dengan ini disampaikan bahwa berita yang beredar merupakan informasi yang tidak berasal dari sumber resmi pemerintah," kata DJP dalam pernyataan resminya. 

Meskipun demikian, DJP membenarkan pemerintah sedang menyiapkan kerangka kebijakan perpajakan, termasuk perubahan pengaturan soal PPN. Rencana itu muncul sebagai respons atas ekonomi dalam negeri yang tertekan pandemi corona.

Mereka menyatakan ada beberapa poin perubahan yang diusulkan untuk dibahas dengan DPR. Salah satunya, penerapan multitarif PPN.

Dengan kebijakan itu diharapkan, tarif PPN terhadap barang-barang yang dikonsumsi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah bisa lebih rendah daripada tarif umum.

Sebaliknya, bagi barang tergolong mewah yang dikonsumsi masyarakat berpenghasilan menengah ke atas bisa dikenakan tarif PPN yang lebih tinggi daripada tarif umum

DJP menambahkan rencana ini baru akan dibahas lebih lanjut bersama DPR. Mereka mengklaim pemerintah akan mendengarkan masukan dari seluruh pemangku kepentingan agar kebijakan yang dihasilkan lebih baik dan adil.

Wacana tersebut mengemuka setelah draf Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) beredar ke publik.

Untuk PPN sembako, dalam draf yang didapat beberapa waktu lalu, rencana pengenaan akan diatur dalam Pasal 4A draf revisi UU.

Untuk mensosialisasikan rencana tersebut, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) mengirimkan email secara serentak kepada para wajib pajak.

“(Kirim email) on going process akan mencapai 13 juta-an wajib pajak,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu, Neilmaldrin Noor

Neilmadrin memastikan, hal tersebut dilakukan oleh pihaknya untuk mengedukasi masyarakat terkait rencana yang menuai polemik itu.

Selain melalui email, DJP juga akan melakukan sosialisasi melalui berbagai saluran informasi lainnya.

“Saluran media sosial DJP juga media elektronik, sosialisasi webinar, asosiasi, tax center, ikatan profesi, dan lain-lain,” ucapnya.

Dilansir dari email yang dikirimkan, DJP menyebutkan, saat ini pemerintah tengah mencari cara untuk pulih dari dampak pandemi Covid-19.

“Di tengah situasi pelemahan ekonomi akibat pandemi, pemerintah memandang perlu menyiapkan kerangka kebijakan perpajakan, di antaranya usulan perubahan pengaturan PPN,” tulis DJP.

Lebih lanjut DJP menjabarkan, sejumlah poin-poin yang ditekankan dalam usulan perubahan UU tersebut, yakni pengurangan berbagai fasilitas PPN sebab dinilai tidak tepat sasaran dan untuk mengurangi distorsi, penerapan multitarif, dengan mengenakan tarif PPN yang lebih rendah daripada tarif umum misalnya atas barang-barang yang dikonsumsi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah.

Selain itu, RUU tersebut juga berencana mengenakan tarif PPN yang lebih tinggi daripada tarif umum untuk barang-barang yang tergolong mewah yang dikonsumsi masyarakat berpenghasilan tinggi. 

“Bahkan untuk jenis barang tertentu akan dikenai PPN Final untuk tujuan kesederhanaan dan kemudahan,” tulis DJP.

Oleh karena itu, kita harapkan semoga Pemerintah benar adanya untuk tetap mementingkan masyarakat menengah kebawah dalam kebijakan PPN tersebut, dan memberikan kebijakan dengan adil sesuai proporsi nya. 


Sumber :

https://www.google.com/amp/s/finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5603509/akhirnya-ditjen-pajak-buka-bukaan-soal-rencana-ppn-sembako/amp

https://www.google.com/amp/s/www.cnnindonesia.com/ekonomi/20210613150116-532-653768/ditjen-pajak-buka-suara-soal-ppn-sembako-dan-sekolah/amp

https://www.google.com/amp/s/amp.kompas.com/money/read/2021/06/13/151837226/ditjen-pajak-kirim-email-ke-13-juta-wajib-pajak-isinya-penjelasan-soal-ppn

Komentar