Selain sembako, PPN uga akan dikenakan pada jasa pendidikan. Padahal jasa pendidikan atau sekolah sebelumnya tidak dikenai PPN. Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 223/PMK.011/2014 tentang Kriteria Jasa Pendidikan yang Tidak Dikenai PPN.
Dalam aturan tersebut, disebutkan bahwa jasa pendidikan yang tidak dikenai PPN adalah jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah seperti jasa penyelenggaraan pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik, dan pendidikan profesional.
Selain itu, jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah, termasuk jasa pendidikan non formal dan pendidikan formal. Jika RUU KUP ini diketok, bukan tidak mungkin seluruh jasa pendidikan ini dikenakan pajak.
Koordinator Pusat BEM SI Nofrian Fadil Akbar menegaskan pihaknya menolak rencana pemerintah yang ingin memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada jasa pendidikan.
"Kita lihat pendidikan akan makin mahal. Dan tentunya bisa terjadi banyak yang putus sekolah bisa terjadi dan segala macam dampak lainnya," kata dia.
Selain itu, Fadil mengatakan rencana kebijakan tersebut potensial melanggar Pasal 31 Undang-undang Dasar 1945. Peraturan itu pada intinya mengatakan bahwa negara wajib memberikan perlindungan hak bagi warganya untuk mendapatkan pendidikan yang layak.
"Kita kan jelas pendidikan untuk warga negara berhak memilikinya. Kalau dikenakan pajak ya tak sesuai dengan UUD 45 ini," kata dia.
Fadil mengatakan pihaknya masih melakukan kajian mendalam mengenai pengenaan PPN bagi sekolah. Hal itu bertujuan untuk mendapatkan gambaran komprehensif mengenai dampak dari kebijakan tersebut bila diimplementasikan ke depannya.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bima Yudhistira menilai, rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk jasa pendidikan atau sekolah bertentangan dengan fokus pemerintah memperbaiki kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).
"Akibatnya biaya pendidikan semakin sulit dijangkau masyarakat kelas bawah," kata Bima, Kamis (10/6)
Bima menekankan, di banyak negara PPN pendidikan itu dikecualikan. Dirinya pun heran kenapa justru di Indonesia malah pendidikan atau sekolah ingin dikenakan tarif PPN. Jika memang dasarnya pengenaan PPN ini sekedar kejar-kejaran soal penerimaan pajak jangka pendek, maka sangat tidak tepat.
"Pemerintah sepertinya tidak paham filosofi pembuatan aturan PPN kenapa pendidikan harus dikecualikan," jelasnya.
Bima melanjutkan, pengenaan tarif PPN di sektor pendidikan sama saja membuat beban bagi masyarakat miskin ibarat jatuh tertimpa tangga. Sudah kena PPN sembako, subsidi listrik mau dicabut, sekarang pemerintah justru mau kejar PPN sekolah.
"Padahal biaya pendidikan kontribusinya 1,9 persen dari garis kemiskinan di perkotaan dan 1,18 persen dari garis kemiskinan di pedesaan," ujarnya.
Dia pun khawatir jika tarif PPN itu dikenakan, yang terjadi adalah masyarakat akan mengurangi belanja pendidikan. Seperti misalnya yang habis sekolah ada les tambahan, karena kena PPN jadi batal les-nya.
"Bagaimana keluarga miskin keluar dari rantai kemiskinan kalau begini caranya. Bahkan pemerintah harus tanggung jawab kalau ada pelajar yang putus sekolah setelah kebijakan PPN disahkan," tandasnya.
Sumber :
https://m.liputan6.com/amp/4578044/sembako-hingga-pasir-bakal-kena-ppn-12-persen-ini-daftar-lengkapnya
https://amp.kontan.co.id/news/bahan-kebutuhan-pokok-akan-kena-ppn-begini-kata-mui
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210610191629-20-652871/bem-si-tolak-ppn-sekolah-teriak-biaya-pendidikan-kian-mahal
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20210610094551-532-652500/sekolah-bakal-kena-ppn
https://www.cnbcindonesia.com/news/20210610135223-4-252079/ini-deretan-sekolah-yang--mungkin--kena-pajak
https://m.liputan6.com/amp/4578291/sekolah-bakal-dikenakan-ppn-biaya-pendidikan-akan-makin-mahal
Komentar
Posting Komentar