Perlawanan atas pemberhentian 57 pegawai KPK yang dianggap tidak memenuhi syarat tes wawasan kebangsaan (TWK) masih berlanjut. Meskipun, pimpinan KPK telah memutuskan pemberhentian mereka per 1 Oktober 2021 mendatang.
Harapan masih ada lewat rekomendasi akhir Ombudsman yang telah disampaikan kepada Presiden Joko Widodo dan Ketua DPR pada Jumat (17/9) lalu. Sebelumnya Ombudsman, Komnas HAM juga sudah menyerahkan rekomendasi atas pemeriksaan mereka terhadap TWK KPK.
Komisioner Komnas HAM Choirul Anam meminta Presiden Joko Widodo merespons surat yang dilayangkan Komnas HAM terkait TWK KPK. Sebab, kata Anam, Presiden sebagai kepala negara menjadi sentrum yang paling bertanggung jawab.
"Kalau saya sih mau mempertegas begini, sebenarnya tidak perlu kami diundang, kalau diundang itu kan seolah-olah memang presidennya aktif, membutuhkan sesuatu, tidak. Kan kami sudah melayangkan surat, respons saja surat kami sehingga yang meminta pertemuan itu kami, dengan merespons surat itu," tutur Anam
"Konteks hari ini, stakeholder KPK yakni kepala negara sekaligus kepala pemerintahan yaitu Presiden Joko Widodo harus bersikap. Karena sebelumnya presiden sangat gagah betul menyampaikan TWK tidak bisa dijadikan dasar untuk memberhentikan pegawai KPK," kata Kurnia dalam diskusi "September Kelabu di KPK, Akhir Nasib Pemberantasab Korupsi?", kata Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana, Ahad (19/9)
Alasannya, dalam praktiknya, standar Tidak Memenuhi Syarat (TMS) yang dikategorikan kepada 57 pegawai KPK yang saat ini diberhentikan tidak jelas. Bahkan, Badan Kepegawaian Negara (BKN) tidak memiliki standar tersebut.
"Kita tentu akan mengupayakan untuk bisa bertemu beliau ya (Presiden), tidak sekadar di level pembantunya, karena itu kan sudah juga bolak-balik, kita berdiskusi, sangat penting buat presiden untuk bisa mendengar langsung dan kemudian sangat penting untuk Ombudsman untuk kemudian bisa mendengar apa pandangan presiden," kata anggota Ombudsman RI Robert Endi Jaweng dalam siaran langsung di kanal YouTube Sahabat ICW, Minggu (19/9/2021).
Sebelumnya diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan respons mengenai nasib 56 pegawai KPK yang segera diberhentikan dengan hormat. Menurut Jokowi, jangan semua urusan dibawa padanya.
Jangan semua-semuanya itu diserahkan kepada presiden," ucap Jokowi dalam pertemuan dengan sejumlah pemimpin redaksi di Istana Kepresidenan, Rabu (15/9).
Menurut Jokowi, polemik tes wawasan kebangsaan (TWK) di KPK sudah ada penanggung jawabnya. Apalagi, lanjut Jokowi, proses juga berlangsung di Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kalau itu kewenangan pejabat pembina, harusnya kan itu menjadi tanggung jawab mereka, dan saya kan nggak mungkin mengambil keputusan kalau proses hukum berjalan di MA dan di MK, jangan semuanya ditarik-tarik ke presiden," kata Jokowi.
"Yang menurut saya tata cara bernegara yang baik seperti itu, ada penanggung jawabnya dan proses berjalan sesuai dengan aturan," imbuhnya.
Dalam polemik TWK, awalnya 75 pegawai KPK dinyatakan tidak memenuhi syarat untuk beralih status menjadi ASN. Kini KPK memutuskan 56 orang di antaranya akan diberhentikan dengan hormat pada 30 September 2021.
Di samping itu, berita Komnas HAM Perwakilan Papua Frits Bernard Ramandey mengatakan kekerasan terhadap tenaga kesehatan yang dilakukan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Distrik Kiwirok, Pegunungan Bintang, Papua melanggar Hak Asasi Manusia.
Frits menyerukan agar pemerintah bisa lebih memperhatikan tenaga kesehatan yang berada di pedalaman Papua dan memberikan perlindungan serta trauma healing kepada para korban kekerasan.
“Kekerasan yang dilakukan KKB terhadap tenaga kesehatan tidak akan mendapatkan tempat atau simpati di mata internasional karena apa yang dilakukan bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia,” ujar Frits kepada Tempo, Sabtu, 18 September 2021.
Ia mengaku sudah berkomunikasi dengan Juru Bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat atau TPNPB - Organisasi Papua Merdeka (OPM) Sebby Sambom agar tak lagi menyerukan peperangan dan pengusiran terhadap warga non Papua. Sebby kerap menyebar seruan peperangan kepada TNI-Polri dan mengusir orang non Papua untuk keluar dari Papua. Sebby mengatakan apabila mereka tak angkat kaki dari Papua maka mereka juga akan menjadi sasaran.
"Negara perlu melakukan tindakan hukum. Ini bukan peristiwa pertama. Sehingga jika karena ancaman, intimidasi dan kekerasan yang dilakukan menyebabkan kematian (Gabriela Meilan) di dasar jurang ini adalah peristiwa yang amat disesalkan," kata Frits Bernard Ramandey.
Sumber:
https://news.detik.com/berita/d-5730676/asa-terakhir-komnas-ham-ombudsman-bertemu-jokowi-bahas-twk-kpk
https://www.republika.co.id/berita/qzp0kp409/respons-jokowi-atas-pemecatan-pegawai-kpk-masih-ditunggu
https://nasional.tempo.co/read/1507747/kkb-bunuh-nakes-komnas-ham-melanggar-ham
https://nasional.sindonews.com/read/544930/14/komnas-ham-papua-tegaskan-serangan-kkb-ke-nakes-tidak-bisa-dibenarkan-1632031747
Komentar
Posting Komentar