Menghadirkan Kembali Kemampuan Berpikir Kritis dan Karakter Asy-Syaja’ah dalam Dunia Pendidikan

Oleh : Hafsah Salamah (Juara Terbaik Essay Kastrat Day 2022)

Tak ada yang bisa menduga apa yang akan terjadi esok hari, seperti halnya pandemi yang terjadi di beberapa tahun terakhir. Beragam spekulasi dan teori konspirasi bermunculan. Apapun itu, manusia harus segera menyesuaikan diri di tengah kondisi pandemi ini. Semua sektor mengalami perubahan, tak terkecuali sektor pendidikan. Para tenaga pendidik segera memutar otak untuk mengupayakan perubahan sistem kedepan. Sebab, tak boleh ada pertemuan tatap muka langsung karena wabah amat gencar menyerang. Semua tempat belajar pun ditutup.

Di tengah perubahan tak terduga itu, ada satu bidang yang tak mengalami kemandekan, bahkan semakin maju, yaitu teknologi. Mau tidak mau, semua sektor harus siap bersinergi dengan teknologi. Dari kalangan anak-anak hingga lansia, sedikit demi sedikit harus belajar menggunakan teknologi. Sistem pendidikan di zaman sekarang mungkin tak pernah terbayangkan di zaman dahulu. Kegiatan belajar mengajar, pengerjaan tugas, koreksi nilai dan pengarsipan dilakukan lewat layar. Awalnya, mungkin banyak yang mengalami kesulitan. Lambat laun, setelah melalui proses adaptasi, banyak tenaga pendidik maupun pelajar yang mulai merasa nyaman dengan sistem daring ini.

Dalam dunia pendidikan, ada sebuah proses penting yang mana menjadi tujuan dari pendidikan itu sendiri, yaitu kemampuan critical thinking yang baik. Critical thinking atau berpikir kritis adalah sebuah proses memahami sesuatu dengan penalaran yang baik, aktif dan terampil. Dengan mengaplikasikan critical thinking, seseorang menjadi individu yang tidak cepat puas dengan informasi yang ala kadarnya, akan tetapi terus mencari informasi tersebut dengan detail dan hati-hati. Inilah yang tak banyak dimiliki para pelajar masa kini. Karena semua informasi dapat ditemukan melalui layar telepon genggam, tak sedikit yang akhirnya jadi meremehkan sebuah proses. Akibatnya, jika ada tugas ataupun pekerjaan yang harus dipenuhi, hanya dikerjakan sebatas formalitas dan kurang bersungguh-sungguh. Mungkin hal ini sering dianggap tak penting dan diabaikan, tetapi jika terus dilakukan dan menjadi kebiasaan, kemudian seseorang tumbuh dengan karakter seperti itu, sulit baginya untuk menguasai suatu bidang tertentu. Padahal, keterampilan itu sangat diperlukan. Dunia ini butuh orang-orang yang ahli pada bidang tertentu. Kemajuan teknologi yang menjadi solusi sistem pendidikan di masa kini, ternyata juga mempengaruhi kemampuan berpikir manusia.

Critical thinking membentuk kerangka pemikiran yang jelas, disiplin serta bertanggung jawab. Dimulai dari pertanyaan mengapa, setidaknya seseorang harus mengetahui tujuan dari setiap pekerjaan yang ia lakukan. Tidak hanya mengerjakan seadanya, tetapi betul-betul memaksimalkan segenap kemampuannya. Dengan begitu, seseorang akan mempersembahkan hasil yang terbaik dalam pekerjaannya. Critical thinking juga menghasilkan pemikiran terbuka pada pelakunya. Ia tak segan menanyakan hal yang belum dipahami tanpa keraguan dan berani mengungkapkan pendapat berdasarkan keyakinan dan pengetahuannya. Hal ini memudahkan seseorang berkomunikasi secara efektif dalam mendiskusikan solusi dari suatu permasalahan yang kompleks.

Jika melirik sejarah, banyak diungkapkan, satu ulama bahkan menguasai berbagai disiplin ilmu. Seperti Ibnu Sina yang selain faqih dalam agama, beliau juga mendalami ilmu matematika, teologi dan kedokteran. Beliau adalah orang yang menemukan pengobatan dengan metode penyuntikan. Maka tak heran, jika beliau dijuluki sebagai puncak ilmu pengetahuan. Begitu pula Ibnu Haitham yang disebut Bapak Optik Modern. Beliau adalah orang yang menginspirasi ahli sains barat untuk menciptakan alat bernama teleskop dan mikroskop, berkat penelitian beliau tentang cahaya. Selain itu, Ibnu Haitham telah menemukan prinsip kesatuan udara sebelum Torricella dan daya gravitasi sebelum Isaac Newton. Juga, yang tak kalah menarik, ada ulama Al-Kindi, yang sangat produktif menulis buku-buku dari berbagai disiplin ilmu, seperti metafisika, etika, logika, psikologi, farmakologi, matematika, dan lain sebagainya. Itu hanya sebagian dari contoh kecilnya saja, tentu masih banyak lagi ulama dengan ilmunya yang sangat memukau.

Para ulama terdahulu adalah contoh nyata keberhasilan yang seimbang antara kehidupan dunia dan akhirat. Mereka adalah orang-orang yang ilmunya diberkahi oleh Allah swt. Bagaimana tidak, ikhtiar mereka dalam mencari ilmu begitu sungguh-sungguh di zaman yang penuh keterbatasan fasilitas. Mereka rela menempuh perjalanan berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun untuk menuntut ilmu. Adab mereka terhadap guru pun amat perlu ditiru, jauh sekali dengan mayoritas keadaan pelajar masa kini. Maka, meski raganya sudah tiada, jiwa mereka tetap hidup bersama ilmu-ilmu mereka yang terus bermanfaat dan menjadi inspirasi bagi banyak orang. Hal ini tentu saja merupakan buah dari keimanan mereka kepada Allah.

Sebenarnya, ada satu sifat yang diajarkan para generasi emas terdahulu dan perlu dimiliki dalam jiwa seorang muslim, yakni karakter asy-syajaah. Asy-syaja'ah adalah lawan dari sifat al jubn (pengecut). Dalam kamus bahasa arab, asy-syaja'ah berarti keberanian atau keperwiraan. Keberanian yang dimaksud bukan semata-mata berani dalam perlawanan, akan tetapi suatu sikap mental seseorang dalam menyikapi suatu keadaan yang tak sesuai dengan hati nuraninya sehingga dirinya merasa perlu melakukan sesuatu. Asy-syaja’ah bukan berarti tidak punya rasa takut sama sekali. Namun, rasa takutnya itu terkondisikan dengan baik sebagaimana ia takut terhadap azab Allah swt. dan takut jika Allah tidak meridhoinya. Maka, gelar ‘pemberani’ tidak hanya ditujukan kepada para pahlawan yang bertempur dalam medan peperangan, tetapi juga pada setiap peran yang mampu menjalankan tugas dan kewajibannya dengan penuh tanggung jawab dan selalu berorientasi kepada aspek kemaslahatan.

Menurut Ibnu Maskawaih, sifat asy-syaja’ah mengandung banyak keutamaan., diantaranya yaitu berjiwa besar, berarti sadar akan kemampuan dirinya sehingga sanggup melaksanakan pekerjaan besar yang sesuai dengan kemampuannya. Ia juga memiliki ketenangan hati sehingga mampu melihat segala persoalan dengan pikiran yang tenang. Selain itu, ia memiliki pendirian yang kuat dan mantap, sehingga tidak mudah digoyahkan. Yang terpenting, ia akan bersedia mengalah pada persoalan kecil dan tidak penting dalam perkembangan dirinya. Ia juga selalu menghormati orang lain dengan kelebihan dan kekurangannya.

Karakter asy-syaja’ah perlu dihadirkan kembali dalam dunia pendidikan, apapun perannya, baik sebagai tenaga pendidik, maupun pelajar. Karakter ini akan memunculkan banyak hikmah dalam bentuk sifat terpuji lainnya. Dengan karakter ini, kemampuan berpikir kritis akan terbangun kembali di kalangan pelajar masa kini. Sebab, sejatinya manusia adalah pembelajar sepanjang hidup. Tak ada yang tahu apa yang akan terjadi pada sistem pendidikan kedepannya. Entah karena endemi, epidemi, pandemi, atau tantangan lainnya, para tenaga pendidik dan pelajar harus siap beradaptasi dengan sistem yang baru. Maka, berbekal karakter asy-syaja’ah, kondisi apapun siap dihadapi karena setiap peran berupaya meraih ridho-Nya dengan berorientasi pada kemaslahatan agama, bangsa dan negara.


Sumber:
1. https://www.criticalthinking.org/pages/defining-critical-thinking/76 6
2. https://www.kompas.com/stori/read/2021/04/27/183600679/10-tok oh-ilmuwan-muslim-dan-keahliannya?page=all
3. http://digilib.iainkendari.ac.id/787/7/DAFTAR%20PUSTAKA.pdf

Komentar