Polemik RKUHP dengan Pasal-Pasal Kontroversialnya, Semua Bisa Kena!

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) saat ini tengah menjadi polemik dan ditentang banyak pihak.

Mahasiswa bersama dengan elemen masyarakat lain di berbagai daerah bahkan turun ke jalan menuntut transparansi draf aturan tersebut.

Pasalnya, saat akan disahkan oleh DPR dan Pemerintah pada Juli 2022 mendatang, draf final RKUHP justru seakan disembunyikan.

Padahal, terdapat belasan pasal yang dinilai kontroversial di dalam RKUHP yang akan segera disahkan tersebut.

Bahkan, sampai saat ini draf pembahasan terakhir antara Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) dan DPR dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada 25 Mei 2022 lalu tak kunjung dibuka.

Ide untuk membuat Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang diperbarui disampaikan dalam Seminar Hukum Nasional I di Semarang, Jawa Tengah, pada 1963 silam.

Alasan utama buat merumuskan RKUHP adalah untuk mengganti KUHP yang merupakan buatan dan peninggalan pemerintah kolonial Hindia Belanda.

Sumber KUHP adalah hukum Belanda, Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie. Kitab hukum itu disahkan melalui Staatsblad pada 1915 nomor 732 dan mulai berlaku di seluruh wilayah Hindia Belanda sejak 1 Januari 1918.

Karena dibuat di masa pemerintahan kolonial, maka sejumlah pasal yang ada di dalam KUHP juga dinilai dibuat untuk menjaga kepentingan mereka.

Selain itu, pasal-pasal yang ada di dalam KUHP dinilai sudah kurang relevan dengan kondisi dan situasi masyarakat selepas Indonesia merdeka.

Pemerintah kemudian menanggapi usulan itu dengan membentuk tim perumus KUHP pada 1964. Sejumlah pakar hukum dilibatkan dalam penyusunan RKUHP.

Akan tetapi, mereka tidak membuat KUHP dari awal dan melakukan rekodifikasi. Kemudian mereka juga memberi penjelasan pada tiap pasal.

Meski begitu, pembahasan RKUHP belum juga usai hingga 58 tahun berlalu sejak awal digagas.

Dalam pembahasan RKUHP ini ditemukan sejumlah pasal yang isinya dinilai kontroversial. Dalam RDP antara Kemenkumham dan Komisi III DPR pada 25 Mei 2022 lalu dibahas soal 14 poin yang menjadi perdebatan.

Pasal-pasal kontroversial yang dibahas saat itu adalah:

1. Hukum yang hidup (The Living Law).

2. Pidana mati.

3. Pidana penyerangan terhadap harkat dan martabat presiden dan wakil presiden.

4. Pidana karena memiliki kekuatan gaib.

5. Pidana Dokter atau dokter gigi yang melaksanakan pekerjaannya tanpa izin.

6. Pidana unggas dan ternak yang merusak kebun yang ditaburi benih.

7. Pidana penghinaan terhadap pengadilan (contempt of court).

8. Pidana terhadap advokat curang (yang diusulkan untuk dihapus).

9. Pidana penodaan agama.

10. Pidana penganiayaan hewan.

11. Pidana penggelandangan.

12. Pidana aborsi, kecuali apabila alasan darurat medis atau korban perkosaan.

13. Pidana perzinaan, termasuk kumpul kebo (kohabitasi).

14. Pidana perkosaan dalam perkawinan

Dalam RDP dengan Kemenkumham pada 25 Mei 2022 lalu, Komisi III DPR lantas menyatakan menyetujui 14 poin krusial dalam RKUHP itu dan akan mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Keputusan itu membuat langkah selanjutnya dalam pembahasan RKUHP adalah tahap Pembicaraan Tingkat II serta pengesahan saat Rapat Paripurna.

Pemerintah dan Komisi III DPR berencana menyelesaikan pembahasan RKUHP pada Juli 2022 mendatang. Akan tetapi, sampai saat ini draf terakhir pembahasan RKUHP masih misterius.

Adapun, media asing asal Hong Kong, South China Morning Post (SCMP), menyoroti proses revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang dinilai mengancam demokrasi.

Direktur Amnesty Internasional Indonesia, Usman Said, mengatakan dalam RKHUP demokrasi dan hak asasi manusia akan dalam bahaya.

Salah satu pasal yang berbahaya adalah hukuman mati, yang tampaknya tak akan dihapus meski ada kampanye Amnesty sejak 1960. Selain itu, muncul ketakutan soal pembatasan hak-hak perempuan.

Pada 22 Juni lalu, Kementerian Hukum dan HAM Indonesia kemudian memanggil Aliansi Nasional untuk Reformasi KUHP untuk membahas masalah yang berkaitan dengan draf tersebut di Jakarta.

Namun, aliansi menolak diskusi. Mereka menilai pertemuan itu tak menunjukkan partisipasi yang berarti dari publik.

"Aliansi menyambut undangan pemerintah untuk diskusi draf RKUHP, pembahasan ini tak menjadi partisipasi yang berarti karena seharusnya dilakukan di sesi parlemen dengan draf yang dipublikasikan secara transparan," ujar Citra Referandum Simamora dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta yang menjadi salah satu aliansi itu.


Sumber :

https://www.google.com/amp/s/www.cnnindonesia.com/internasional/20220627121711-106-813945/polemik-rkuhp-ri-jadi-sorotan-media-asing-demokrasi-terancam/amp

https://nasional.kompas.com/read/2022/06/21/16483241/polemik-rkuhp-dan-problem-pembahasan-yang-terkesan-tertutup?page=all&jxconn=1*r28c0h*other_jxampid*YzVTOWp4WXhLQWhIQ1N5Q09XNm04VGxhWWkwc0pET2tTRF9EWUdtTzA0UE9iWjY4Z0VsQVF5bENlbUlrcVk4cQ..#page2

https://www.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-014869837/pasal-pasal-kontroversial-dalam-rkuhp-yang-akan-disahkan-juli-2022?_gl=1%2A1ha20fs%2A_ga%2AOFpQQ3l5bENQdlE3d0R5T3JXazdEUFJIZXZpbWxQLWtmZ3IybjhuNUtjR2NvbzlRVDUyeU8zTFYwczhvamhhTQ..&page=8

Komentar